Selasa, 09 Maret 2010

Narasi Film "SANG PEMIMPI"

Indonesia bukan negara yang dibangun atas mimpi, karena di sini, mimpi pupus adalah sesuatu yang rutin dan wajar. Sang Pemimpi mencoba menularkan semangat bahwa kita masih boleh bermimpi, semustahil apapun itu.

sehubungan dengan adanya tugas kuliah saya yang men-Narasikan kembali kisah "SANG PEMIMPI" .

Film Sang Pemimpi adalah film untuk kategori tiga belas tahun ke atas. Asumsinya, film ini akan ditonton oleh mayoritas pemirsa remaja, lapis besar masyarakat Indonesia yang duduk di bangku SMP dan SMA. Sang Pemimpi dipercaya akan mentransfer banyak pelajaran bagi kalangan remaja.

Menonton Sang Pemimpi, remaja Indonesia belajar banyak hal, terutama yang berkaitan erat dengan kenyataannya sebagai remaja; masa-masa transisional menuju kedewasaan. Di sini, remaja kita disuguhi romansa yang unik dan lucu ala Aray (suatu fragmen khas remaja; tumbuhnya asmara), krisis orientasi dan kepribadian sebagaimana dialami oleh Ikal atau hobi aneh dan ekstrem yang ditunjukkan Jimbrong (kecintaan Jimbrong pada kuda dan keinginannya untuk menengok Kuda Australia barangkali bisa disejajarkan dengan fenomena remaja masa kini yang, misalnya, hobi motor dan atau gila bola). Hanya saja, tidak seperti cerita dalam sinetron-sinetron remaja pada umumnya, Sang Pemimpi tidak membiarkan para remaja larut dalam euphoria asmara dan hura-hura. Tokoh-tokoh Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi adalah mereka yang sibuk mengejar mimpi-mimpi besar, bukan sekedar mimpi-mimpi picisan menjadi jagoan dengan tawuran, menghabiskan waktu untuk banyak-banyakan pacar, dan sebagainya. Kalau boleh jujur, tokoh Ikal, Aray dan Jimbrong adalah prototype yang asing di kalangan remaja masa kini. Mereka inilah yang, demi cita dan mimpinya, bersedia mengurangi waktu belajar untuk terpaksa bekerja. Bukan sebaliknya, memperbanyak waktu hura-hura dan belajar karena terpaksa, sesuatu yang acapkali kita lihat pada remaja kita.

Namun begitu, dengan memperbanyak porsi keremajaan, tidak berarti Sang Pemimpi turun martabat menjadi sekedar film remaja. Para guru umpamanya, bisa banyak menuai inspirasi dari kronik Pak Mustar dan Pak Balya. Pun juga para orang tua, bisa belajar pada keuletan dan ketegaran ayah Ikal. Di atas segalanya, Film Sang Pemimpi memang menampung aspirasi dan emosi dari semua kalangan. Tidak heran kalau kemudian dengan singkat karcisnya ludes terjual. Seiring dengan bertambahnya jumlah penonton film Sang Pemimpi, kita berharap virus mimpi dan bakteri pantang menyerah menjadi wabah di segala penjuru Indonesia, terutama bagi kalangan remajanya. Maka, mengutip kata-kata Pak Balya yang biasa dilantangkannya setiap selesai mengajar, “Para pelopor, pekikkan kata-kata yang memberikanmu Inspirasi”.

Mari berdiri, dan teriakkan; “Jangan takut untuk bermimpi. Jangan menyerah atas mimpi-mimpimu. Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi kita…



Tidak ada komentar:

Posting Komentar